Mendidik Anak yang Peduli

"What is moral is what you feel good after and
 what is immoral is what you feel bad after"
Ernest Hemingway

Mendidik anak yang bermoral menurut saya sama pentingnya dengan membuat mereka pintar dan berprestasi. Bahkan mungkin lebih penting. Pengalaman saya di HR mengajarkan saya bahwa karyawan seringkali direkrut karena kapasitas intelektual atau keahlian mereka dan dipecat karena sikap mereka. Apa jadinya jika anak-anak hanya dijejali dengan ribuan pengetahuan tetapi tidak peduli dengan orang lain? Bagaimana jika mereka dewasa nanti?

Perkembangan anak tidak hanya soal perkembangan fisik dan kognitif, tetapi juga sosioemosional. Lawrence Kohlberg, seorang psikolog yang terkenal dengan teori perkembangan moralnya, berpendapat bahwa konsep kunci untuk memahami perkembangan moral adalah internalisasi. Internalisasi adalah perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. Eksternal di sini dapat berupa imbalan atau hadiah, dan hukuman. Jika telah dikendalikan secara internal, maka individu sudah tidak lagi menggunakan standar yang ditetapkan oleh orang lain, melainkan berasal dari dirinya sendiri.

Di sisi lain, Carol Gillian (psikolog dan feminist) berpendapat bahwa teori yang dikemukakan oleh Kohlberg belum lengkap karena hanya menekankan pada perspektif keadilan, dan tidak mencerminkan kepedulian dan relasi antara manusia. Teori Kohlberg berfokus pada hak-hak individu, individu berdiri sendiri dan bebas mengambil keputusan moral. Sebaliknya perspektif kepedulian memandang manusia dari sudut keterkaitannya dengan manusia lain dan menekankan komunikasi interpersonal, relasi dengan manusia lain, dan kepedulian terhadap orang lain.

Psikolog lainnya, Richard Weissbourd dari Harvard University, sedang menjalankan program bernama "Making Caring Common", sebuah program yang bertujuan mengajarkan anak-anak menjadi baik. Hasil wawancaranya dalam suatu studi menunjukkan bahwa sekitar 80% anak menyatakan bahwa orang tua mereka lebih perhatian dengan prestasi atau kebahagiaan mereka dibanding apakah mereka peduli terhadap orang lain. Anak-anak tersebut juga memiliki kecenderungan tiga kali lebih tinggi untuk menyetujui pernyataan: "Orang tua saya lebih bangga jika saya mendapat nilai yang tinggi di kelas dibandingkan jika saya menjadi anggota komunitas peduli di kelas dan sekolah."

Weissbourd dan timnya merekomendasikan 5 strategi untuk mendidik anak menjadi lebih peduli, punya rasa hormat dan bertanggung jawab, berdasarkan program "Making Caring Common", antara lain:

1. Jadikan kepedulian terhadap orang lain suatu prioritas.
Mengapa? Orang tua cenderung memprioritaskan prestasi dan kesenangan anak di atas kepedulian anak terhadap orang lain. Anak perlu belajar menyeimbangkan kebutuhannya dengan kebutuhan orang lain, seperti mengoper bola kepada rekan timnya atau membela teman yang diejek.
Bagaimana? Anak perlu mendengar dari orang tua mereka bahwa peduli terhadap orang lain adalah prioritas utama. Bagian pentingnya adalah menjaga agar anak memegang standar etika yang tinggi, seperti menghormati komitmen mereka meskipun hal tersebut membuat mereka tidak senang. Contohnya sebelum anak berhenti dari klub olahraga, band, atau pertemanan, minta mereka untuk mempertimbangkan kewajiban mereka terhadap kelompok atau teman dan dorong mereka untuk menyelesaikan masalah sebelum berhenti.
Coba ini. 

  • Dibanding mengatakan kepada anak: “Hal terpenting adalah kamu bahagia”, katakan: “Hal terpenting adalah kamu baik”
  • Pastikan anak Anda selalu menghormati orang lain, bahkan ketika mereka lelah, terusik, atau marah. 
  • Tekankan kepedulian ketika Anda berinteraksi dengan orang dewasa terdekat lain dalam hidup Anak anda. Sebagai contoh, tanyakan kepada guru apakah anak Anda adalah anggota komunitas yang baik di sekolah.


2. Berikan kesempatan kepada anak untuk mempraktekkan kepedulian dan rasa syukur.
Mengapa? Tidak pernah terlambat untuk menjadi orang baik, tetapi hal tersebut tidak terjadi dengan sendirinya. Anak-anak perlu mempraktekkan kepedulian terhadap orang lain dan mengekspresikan rasa syukur kepada yang peduli dengan mereka. Studi menunjukkan bahwa orang yang terbiasa bersyukur, cenderung lebih suka menolong, dermawan, penuh kasih sayang, dan pemaaf – dan mereka juga lebih cenderung bahagia dan sehat.
Bagaimana? Belajar peduli layaknya belajar bermain instrument atau olahraga. Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang – entah itu membantu tugas rumah teman, merapikan di sekitar rumah, atau mendapatkan piket membersihkan kelas – buatlah peduli sebagai kebiasaan. Belajar bersyukur juga mencakup mempraktekkannya secara teratur.
Coba ini.

  • Jangan memberikan penghargaan terhadap setiap aksi menolong dari anak, seperti membereskan meja makan. Kita seharusnya mengharapkan anak membantu di sekitar rumah, dengan saudara/i nya, dan hanya memberikan penghargaan terhadap tindakan baik yang tidak biasa. 
  • Berbicaralah dengan anak tentang tindakan peduli dan tidak peduli yang muncul di televise dan tentang tindakan adil atau ketidakadilan yang mereka saksikan atau dengar di berita. 
  • Buatlah praktek bersyukur sebagai rutinitas harian saat waktu makan malam, waktu tidur, atau ketika di kereta. Ekspresikan rasa terima kasih kepada orang yang membantu kita dan orang lain dalam skala kecil maupun besar. 


3. Perluas lingkaran sosial anak.
Mengapa? Hampir setiap anak peduli dengan lingkaran kecil keluarga dan temannya. Tantangan kita adalah membantu anak kita peduli terhadap seseorang di luar lingkaran itu, seperti anak baru di sekolah, seseorang yang berbahasa asing, penjaga sekolah, atau seseorang yang tinggal di negeri yang jauh.
Bagaimana? Anak perlu belajar untuk melihat lebih dekat (zoom in), dengan mendengarkan secara seksama terhadap orang yang ada dalam lingkarannya, dan melihat lebih luas (zoom out), dengan cara mengambil gambaran yang luas dan mempertimbangkan banyak perspektif orang yang berinteraksi sehari-hari dengan mereka, mencakup orang yang lemah. Mereka juga perlu mempertimbangkan keputusan mereka, seperti berhenti dari tim olahraga atau band, dapat memecah dan melukai berbagai anggota komunitas mereka. Khususnya di dunia yang semakin global, anak perlu mengembangkan kepedulian terhadap orang yang hidup di budaya dan komunitas yang berbeda dengan mereka.
Coba ini. 

  • Pastikan anak Anda ramah dan bersyukur terhadap semua orang di kehidupan mereka sehari-hari, seperti supir bus dan pelayan. 
  • Dorong Anak untuk peduli terhadap mereka yang lemah. Berikan anak beberapa ide sederhana untuk menapaki “zona peduli dan berani”, seperti menghibur teman yang diejek. 
  • Gunakan sebuah Koran atau cerita Televisi untuk mendorong anak Anda berpikir tentang kesulitan yang dihadapi anak di negara lain. 


4. Jadilah model moral dan mentor yang kuat.
Mengapa? Anak belajar nilai etis dengan mengamati tindakan orang dewasa yang mereka hormati. Mereka juga belajar nilai-nilai dengan memikirkan dilema etis dengan orang dewasa, seperti “Haruskah saya mengundang tetangga baru ke pesta ulang tahun saya ketika teman saya tidak tidak menyukainya?”
Bagaimana? Menjadi model peran moral dan mentor berarti kita perlu mempraktekkan kejujuran, keadilan, dan kepedulian dari diri kita sendiri. Tetapi ini tidak berarti kita selalu sempurna. Agar anak menghormati dan mempercayai kita, kita perlu mengakui kesalahan dan kekurangan. Kita juga perlu menghormati pemikiran anak dan mendengarkannya.
Coba ini.

  • Bentuklah kepedulian terhadap sesama dengan melakukan kerja sosial sekali sebulan. Bahkan lebih baik jika Anda melakukannya bersama dengan anak. 
  • Berikan anak Anda dilema etika saat makan malam atau tanyakan dilema yang mereka hadapi


5. Bimbinglah anak dalam mengatasi perasaan buruk.
Mengapa? Seingkali kemampuan untuk peduli terhadap orang lain dikalahkan oleh rasa marah, malu, iri, atau perasaan negatif lain.
Bagaimana? Kita perlu mengajarkan anak bahwa semua perasaan itu oke, tetapi beberapa cara untuk mengatasinya tidak selalu membantu. Anak membutuhkan kita untuk belajar mengatasi perasaan ini dengan cara yang produktif.
Coba ini. 
Ini adalah cara sederhana untuk menenangkan anak Anda: minta anak untuk berhenti, tarik nafas yang dalam melalui hidung dan hembuskan melalui mulut, dan hitung hingga lima. Praktekkan ketika anak Anda sedang tenang. Kemudian, ketika Anda melihatnya sedang bersedih, ingatkan tentang langkah-langkahnya dan lakukan bersama dia. Setelah beberapa waktu, dia akan mulai melakukannya sendiri sehingga dia dapat mengekspresikan diri dengan cara yang tepat.

Sumber:
Joyce, A. (2014). Are you raising nice kids? A Harvard Psychologist Gives 5 Ways to Raise Them to be Kind. Diunduh 28 Juli 2014 dari  "http://www.washingtonpost.com/news/parenting/wp/2014/07/18/are-you-raising-nice-kids-a-harvard-psychologist-gives-5-ways-to-raise-them-to-be-kind/"

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Terjemahan oleh Achmad Chusairi & Juda Damanik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gambar diambil dari: photostock / FreeDigitalPhotos.net


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Awas Bising!

Eksperimen-Eksperimen Klasik yang Menarik Perhatianku

Culture Shock: Shock Karena Bertemu Budaya yang Berbeda