Banyak Uang = Bahagia, Benarkah?

Apakah uang bisa membuat saya bahagia?

Pertanyaan klasik dan populer tersebut telah menjadi perhatian peneliti dalam berbagai bidang. Diener, Ng, Harter, dan Arora (2010) termasuk di antaranya. Penelitian mereka mengambil sampel di seluruh dunia melalui Gallup World Poll tahun 2005-2006. Terdapat 132 negara yang terlibat (termasuk Indonesia) dalam poling tersebut dan ukuran sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah 136.839 responden berusia 15 tahun ke atas. Setiap negara rata-rata diwakili oleh 1.061 responden.

Variabel penelitian yang terlibat yaitu kesejahteraan subjektif (referensi kata yang lebih sering digunakan untuk menggambarkan kebahagiaan dalam penelitian-penelitian ilmiah) dan Kemakmuran. Kesejahteraan subjektif dibedakan atas evaluasi hidup (penilaian reflektif tentang kehidupan individu dibandingkan dengan yang diharapkan oleh individu tersebut) dan perasaan (positif dan negatif), sementara kemakmuran dibagi atas kemakmuran ekonomi dan kemakmuran sosial psikologis. Prediktor ekonomi yaitu kekayaan negara diukur dari Pendapatan KOtor Nasional (Gross Domestic Product) per kapita. Terdapat juga pengukuran tentang barang-barang mewah rumah tangga yang dimiliki untuk melihat pemenuhan keinginan material di luar kebutuhan dasar. Prediktor sosial psikologis meliputi respek yang diterima responden, pemenuhan kebutuhan psikologis, serta ada tidaknya orang yang diperhitungkan dalam keadaan darurat seperti keluarga dan teman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan memiliki hubungan yang kuat dengan evaluasi hidup, namun hubungannya lebih lemah dengan perasaan positif dan negatif. Memiliki barang-barang mewah dan kepuasan terhadap standar hidup juga berhubungan kuat dengan evaluasi hidup. Di sisi lain, perasaan lebih diasosiasikan dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, yaitu belajar, otonomi, menggunakan keterampilan, respek, dan kemampuan memperhitungkan orang lain dalam keadaan darurat. Dengan demikian, dua tipe kemakmuran yang berbeda memprediksikan tipe kesejahteraan subjektif (kebahagiaan) yang berbeda, Kemakmuran material memprediksikan evaluasi hidup sementara kemakmuran sosial psikologis memprediksikan perasaan positif atau negatif.

Hasil tersebut membuktikan bahwa keberadaan uang tidak serta merta membuat kita bahagia, tetapi bukan berarti tidak penting. Kekayaan yang melimpah mungkin membuat kita mengevaluasi hidup kita secara positif atau merasa puas dengan apa yang telah kita capai, tetapi belum tentu membuat kita merasakan perasaan atau emosi yang menyenangkan setiap saat. Ada variabel lain seperti keberadaan teman dan keluarga, rasa respek yang diterima, dan pemenuhan kebutuhan psikologis lainnya yang turut mendukung kebahagiaan karena membuat kita merasakan emosi-emosi yang menyenangkan.

Lebih lanjut, pendapatan masyarakat juga ditemukan memiliki pengaruh yang substansial terhadap evaluasi hidup (di luar pengaruh pendapatan pribadi) yang menunjukkan bahwa tinggal di negara yang maju secara ekonomi lebih mendatangkan kepuasan hidup. Meskipun demikian, peneliti juga menemukan bahwa beberapa negara yang maju secara ekonomi hanya memiliki level yang sedang dalam hal kemakmuran sosial psikologis, dan beberapa negara yang memiliki peringkat menengah dalam hal perkembangan ekonomi justru unggul dalam hal kemakmuran sosial psikologis. Sebagai contoh, Rusia dan Korea Utara memiliki kemakmuran sosial psikologis dan perasaan positif yang secara substansial lebih rendah dibandingkan dengan pendapatannya. Sebaliknya, Costa Rica memiliki peringkat kemakmuran sosial psikologis dan perasaan positif yang lebih tinggi dibandingkan pendapatannya.
Penemuan tersebut berarti bahwa masyarakat harus memberi perhatian pada kemakmuran sosial psikologis, tidak hanya meningkatkan ekonomi saja.


Referensi:
Diener, E., Ng, W., Harter, J., & Arora, R. (2010). Wealth and Happiness Across the World: Material Prosperity Predicts Life Evaluation, Whereas Psychosocial Prosperity Predicts Positive Feeling. Journal Personality and Social Psychology 99(1), 52-61. doi:10.1037/a0018066

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Awas Bising!

Eksperimen-Eksperimen Klasik yang Menarik Perhatianku

Culture Shock: Shock Karena Bertemu Budaya yang Berbeda